UNIVKITA

Friday, January 18, 2019

BUDIDAYA TANAMAN RAMBUTAN


I. UMUM
1.1. Sejarah Singkat
Rambutan (Nephelium sp.) merupakan tanaman buah hortikultural berupa pohon dengan famili Sapindacaeae. Tanaman buah tropis ini dalam bahasa Inggrisnya disebut Hairy Fruit berasal dari Indonesia. Hingga saat ini telah menyebar luar di daerah yang beriklim tropis seperti Filipina dan negara-negara Amerika Latin dan ditemukan pula di daratan yang mempunyai iklim sub-tropis.

1.2. Sentra Penanaman
Di Indonesia yang menjadi sentra penanaman rambutan adalah di Jawa khususnya yang sangat besar produksi buah rambutan antara lain di Bekasi, Kuningan, Malang, Probolinggo, Lumajang dan di Garut.

1.3. Jenis Tanaman
Dari survey yang telah dilakukan terdapat 22 jenis rambutan baik yang berasal dari galur murni maupun hasil okulasi atau penggabungan dari dua jenis dengan galur yang berbeda. Ciri-ciri yang membedakan setiap jenis rambutan dilihat dari sifat buah (dari daging buah, kandungan air, bentuk, warna kulit, panjang rambut). Dari sejumlah jenis rambutan diatas hanya beberapa varietas rambutan yang digemari orang dan dibudidayakan dengan memilih nilai ekonomis relatif tinggi diantaranya:
a. Rambutan Rapiah buah tidak terlalu lebat tetapi mutu buahnya tinggi, kulit berwarna hijau-kuning-merah tidak merata dengan beramut agak jarang, daging buah manis dan agak kering, kenyal, ngelotok daĆ½
m viridis atau Coccus viridis) dan Kutu cokelat(Saissetia nigra)
Menyerang ranting muda dan daun tanaman sawo dengan cara menghisap cairan yang terdapat di dalamnya. Selain menghisap cairan, kutu-kutu ini juga menghasilkan embun madu yang dapat mengundang kehadiran cendawan jelaga. Pengendalian: dengan penyemprotan insektisida, seperti Diasinon 60 EC dengan dosis 1-2 cc/liter air atau Basudin 50 EC dengan dosis 2 cc/liter air yang disemprotkan langsung ke kutu-kutu tersebut.

3.5.2. Penyakit
a. Jamur upas
Penyebab: jamur Corticium salmonocolor. Spora dari jamur ini menular kemana-mana oleh hembusan angin. Gejala: (1) Stadium rumah laba-laba, yaitu ditandai dengan munculnya meselium tipis berwarna mengkilat seperti sutera atau perak. pada stadium ini jamur belum masuk ke dalam kulit tanaman sawo; (2) Stadium bongkol, yaitu stadium dimana jamur membentuk gumpalan-gumpalan hifa di depan lentisel; (3) Stadium corticium, yaitu stadium dimana jamur membentuk kerak berwarna merah muda yang berangsur-angsur berubah menjadi lebih muda lalu menjadi putih. Kerak yang terbentuk terdiri dari lapisan basidium yang pada setiap basidiumnya terdapat basidiospora. Kulit tanaman sawo yang terdapat di bawah kerak tersebut akhirnya busuk; (4) Stadium necator, yaitu stadium dimana jamur membentuk banyak piknidium yang berwarna merah. Piknidium ini terdapat pada sisi cabang atau ranting yang lebih kering. Pengendalian: (1) Pada stadium laba-laba, penyakit ini dapat diatasi dengan cara menggosok tempat yang terserang jamur sampai hilang. Bekas luka gosokan diolesi dengan cat meni, ter, atau carbolineum; (2) Penyemprotan dengan fungisida yang mengandung tembaga berkadar tinggi seperti Cupravit OB 21 dengan dosis 4 gram/liter air setiap tiga minggu sekali untuk menghindari munculnya serangan lagi; (3) Pemotongan pada bagian tanaman yang terserang apabila jamur sudah mencapai stadium bongkol, corticium, atau necator. Pemotongan dilakukan pada bagian yang sehat jauh dari batas bagian yang sakit. Bagian yang dipotong kemudian diolesi dengan fungisida dan dibakar.
b. Jamur jelaga
Penyebab: jamur Capnodium sp. Gejala: serangan jamur ini berupa warna hitam seperti beludru yang menutupi permukaan daun sawo. Serangan lebih lanjut dapat menutupi seluruh daun dan ranting tanaman sawo.Jika serangan jamur ini berjumlah banyak, proses fotosintesa tanaman sawo akan terganggu sehingga pertumbuhan terhambat. Serangan yang terjadi pada saat tanaman berbunga dapat mengakibatkan buah yang terbentuk hanya sedikit. Jika yang terserang adalah buah, dapat menyebabkan kerontokan atau berkurangnya kualitas buah. Pengendalian: (1) melenyapkan serangga yang menghasilkan embun madu terlebih dahulu dengan insektisida; (2) dilakukan penyemprotan dengan fungisida seperti Antracol 70 WP dengan dosis 2 gram/liter air atau Dithane M-45 80 WP dengan dosis 1,8-2,4 gram/liter air.
c. Busuk buah
Penyebab: jamur Phytopthora palmivora Butl. Gejala: mula-mula kulit buah berbercak-bercak kecil berwarna hitam atau cokelat, kemudian melebar dan menyatu secara tidak beraturan, daging buah membusuk dan berair, serta kadang-kadang buah berjatuhan (gugur). Pengendalian: (1) dengan cara pemotongan buah yang sakit berat, pengumpulan dan pemusnahan buah yang terserang; (2) penyemprotan fungisida, seperti Dithane M-45 80 WP dengan dosis 1,8 gr - 2,4 gram/liter air.
d. Hawar benang putih
Penyebab: jamur (cendawan) Marasmius scandens Mass, yang tumbuh pada permukaan batang dan cabang tanaman sawo. Gejala: daun-daun mengering dan berguguran. Pada ranting yang mengering terdapat benang-benang jamur berwarna putih. Pengendalian: (1) dengan cara mengurangi kelembaban kebun, memotong bagian tanaman yang sakit berat; (2) mengoleskan atau menyemprotkan fungisida, seperti Benlate dengan dosis 2 gr/1 air.

3.6. Panen
3.6.1. Ciri dan Umur Panen
Tanaman sawo yang dikembangbiakkan dengan pencangkokan dapat menghasilakan buah hanya sampai 3-5 tahun, sedangkan yang melalui penyambungan antara 5-6 tahun.
Buah sawo kadang-kadang matang tidak serempak sehingga pemanenan dilakukan dengan bertahap dengan cara memilih buah yang sudah menunjukkan ciri fisiologis untuk dipanen (tua). Ciri-ciri buah sawo yang sudah tua adalah ukuran buah maksimal, kulit berwarna cokelat muda, daging buah agak lembek, bila dipetik mudah terlepas dari tangkainya, serta bergetah relatif sedikit. Pemetikan buah yang masih muda sebaiknya dihindari karena memerlukan waktu yang lama untuk pemeramannya dan rasa buah tidak manis (sepat).

3.6.2. Cara Panen
Umumnya pohon sawo cukup tinggi, buahnya terdapat di ujung batang muda yang jumlahnya hanya sedikit, sehingga untuk mengetahui buah yang cukup tua sangat sulit. Oleh karena itu, pemanenan dilakukan dengan cara memanjat pohon. Apabila belum mencapai buahnya, dapat disambung dengan galah. Namun penggunaan galah ini sering menyebabkan buah jatuh dan pecah.
Pada buah yang jatuh tetapi tidak pecah, akan terjadi penggumpalan getah di sekitar bijinya. Ada anggapan bahwa penggumpalan getah ini disebabkan karena buah terserang penyakit. Walapun terdapat gumpalan getah di sekitar biji, tetapi tidak mengurangi rasa manis buah sawo tersebut.
Untuk menjaga agar buah tidak pecah sewaktu dipetik, sebaiknya sebelum pemetikan, pada bagian bawah pohon diberi jaring agar buah tidak langsung jatuh ke tanah dan sebaiknya pemetikan dilakukan sebelum buah terlalu tua.

3.7. Pascapanen
3.7.1. Pengumpulan
Setelah semua buah yang sudah tua dipanen, kemudian dilakukan pengumpulan buah-buah tersebut. Kumpulkan buah-buah tersebut dalam suatu wadah atau tempat, setelah semua terkumpul, kemudian dilakukan pencucian untuk menghilangkan kulit yang kasar atau kulit gabusnya.

3.7.2. Penyortiran dan Penggolongan
Penyortiran dan penggolongan buah sawo hasil panen dilakukan untuk memisahkan buah yang baik dari yang jelek dan memisahkan buah yang berukuran sama. Untuk buah yang sudah sangat rusak, sebaiknya dibuang, tetapi buah yang rusak sedikit dapat dipisahkan untuk dijual ketempat yang dekat dengan harga murah.

3.7.3. Penyimpanan
Buah sawo yang sudah diberi perlakuan (pencucian dan pengasapan) mempunyai kulit yang sangat tipis sehingga mudah rusak dan tidak tahan lama dalam penyimpanannya. Ada beberapa cara penyimpanan agar buah lebih tahan lama, salah satunya dengan mengatur temperatur ruang penyimpanan.
Buah sawo yang masak bila disimpan dalam temperatur ruang hanya tahan 2 hari sampai 3 hari, tetapi bila dalam ruangan yang mempunyai temperatur 0 derajat C, buah sawo tetap dalam keadaan baik selama 12 hari sampai 14 hari. Kelembaban (nisbi) yang dibutuhkan dalam ruang penyimpanan adalah 85-90%. Buah sawo yang yang belum masak akan tahan disimpan selama 17 hari dalam ruangan yang bertemperatur 15 derajat C.

3.7.4. Pengemasan dan Pengangkutan
a. Pengemasan
Pengemasan buah-buahan di Indonesia, masih menggunakan keranjang bambu. Bentuk dan kapasitasnya bervariasi, biasanya kapasitas kemasan antara 40 kg sampai 100 kg. Dalam pengemasan buah digunakan bahan-bahan pembantu, misalnya daun kering, daun pisang, merang, dan kertas koran.
b. Pengangkutan
Umumnya, petani penghasil buah di Indonesia mengangkut hasil panennya dengan kreativitas sendiri. Pengangkutan hasil ini dalam volume kecil, yaitu dari ladang ke tempat penampungan, pembeli, atau ke pusat-pusat pengumpul sehingga pemasaran tahap pertama dapat berlangsung.

3.7.5. Pengasapan dan Pemeraman
Pengasapan dan pemeraman dilakukan agar buah cepat masak dan empuk. Tata laksana pengasapan dan pemeraman adalah sebagai berikut:
a) Buat lubang pada tanah berbentuk segi empat. Ukuran lubang disesuaikan dengan jumlah buah sawo.
b) Hamparkan dan gamal (Glyricidae) atau daun pisang di bagian dasar dan semua sisi lubang.
c) Masukkan buah sawo secara teratur ke dalam lubang, kemudian tutup dengan daun gamal atau daun pisang.
d) Masukkan potongan bambu gelondongan untuk menghembuskan asap ke dalam lubang.
e) Timbun lubang tanah hingga cukup tebal.
f) Bakar dedaunan kering, lalu asapnya diarahkan ke dalam lubang melalui potongan bambu.
g) Tutup atau ambil gelondongan bambu.
h) Biarkan buah sawo diperam selama sehari semalam.

3.7.6. Penanganan Lain
Buah sawo dapat diawetkan dalam air gula atau dibuat selai untuk pengoles roti, dan dapat juga dibuat serbat atau dicampur ke dalam es krim. Sari buah sawo dapat digodok menjadi sirup dan difermentasikan menjadi anggur dan cuka.

About Shabbir Ahmad :

Lorem ipsum dolor sit amet, pericula qualisque consequat ut qui, nam tollit equidem commune eu. Vel idque gloriatur ea, cibo eripuit ex.
View All Posts By Shabbir !

0 komentar:

All Rights Reserved. 2014 Copyright PICKER

Powered By Blogger | Published By Gooyaabi Templates Designed By : BloggerMotion

Top