I. UMUM
1.1. Sejarah Singkat
Rambutan (Nephelium
sp.) merupakan tanaman buah hortikultural berupa pohon dengan famili
Sapindacaeae. Tanaman buah tropis ini dalam bahasa Inggrisnya disebut Hairy
Fruit berasal dari Indonesia. Hingga saat ini telah menyebar luar di daerah
yang beriklim tropis seperti Filipina dan negara-negara Amerika Latin dan
ditemukan pula di daratan yang mempunyai iklim sub-tropis.
1.2. Sentra Penanaman
Di Indonesia yang
menjadi sentra penanaman rambutan adalah di Jawa khususnya yang sangat besar
produksi buah rambutan antara lain di Bekasi, Kuningan, Malang, Probolinggo,
Lumajang dan di Garut.
1.3. Jenis Tanaman
Dari survey yang telah
dilakukan terdapat 22 jenis rambutan baik yang berasal dari galur murni maupun
hasil okulasi atau penggabungan dari dua jenis dengan galur yang berbeda.
Ciri-ciri yang membedakan setiap jenis rambutan dilihat dari sifat buah (dari
daging buah, kandungan air, bentuk, warna kulit, panjang rambut). Dari sejumlah
jenis rambutan diatas hanya beberapa varietas rambutan yang digemari orang dan
dibudidayakan dengan memilih nilai ekonomis relatif tinggi diantaranya:
a. Rambutan Rapiah buah
tidak terlalu lebat tetapi mutu buahnya tinggi, kulit berwarna
hijau-kuning-merah tidak merata dengan beramut agak jarang, daging buah manis
dan agak kering, kenyal, ngelotok daĆ½
m viridis atau Coccus
viridis) dan Kutu cokelat(Saissetia nigra)
Menyerang ranting muda
dan daun tanaman sawo dengan cara menghisap cairan yang terdapat di dalamnya.
Selain menghisap cairan, kutu-kutu ini juga menghasilkan embun madu yang dapat
mengundang kehadiran cendawan jelaga. Pengendalian: dengan penyemprotan
insektisida, seperti Diasinon 60 EC dengan dosis 1-2 cc/liter air atau Basudin
50 EC dengan dosis 2 cc/liter air yang disemprotkan langsung ke kutu-kutu
tersebut.
3.5.2. Penyakit
a. Jamur upas
Penyebab: jamur
Corticium salmonocolor. Spora dari jamur ini menular kemana-mana oleh hembusan
angin. Gejala: (1) Stadium rumah laba-laba, yaitu ditandai dengan munculnya
meselium tipis berwarna mengkilat seperti sutera atau perak. pada stadium ini
jamur belum masuk ke dalam kulit tanaman sawo; (2) Stadium bongkol, yaitu
stadium dimana jamur membentuk gumpalan-gumpalan hifa di depan lentisel; (3)
Stadium corticium, yaitu stadium dimana jamur membentuk kerak berwarna merah
muda yang berangsur-angsur berubah menjadi lebih muda lalu menjadi putih. Kerak
yang terbentuk terdiri dari lapisan basidium yang pada setiap basidiumnya
terdapat basidiospora. Kulit tanaman sawo yang terdapat di bawah kerak tersebut
akhirnya busuk; (4) Stadium necator, yaitu stadium dimana jamur membentuk
banyak piknidium yang berwarna merah. Piknidium ini terdapat pada sisi cabang
atau ranting yang lebih kering. Pengendalian: (1) Pada stadium laba-laba,
penyakit ini dapat diatasi dengan cara menggosok tempat yang terserang jamur
sampai hilang. Bekas luka gosokan diolesi dengan cat meni, ter, atau
carbolineum; (2) Penyemprotan dengan fungisida yang mengandung tembaga berkadar
tinggi seperti Cupravit OB 21 dengan dosis 4 gram/liter air setiap tiga minggu
sekali untuk menghindari munculnya serangan lagi; (3) Pemotongan pada bagian
tanaman yang terserang apabila jamur sudah mencapai stadium bongkol, corticium,
atau necator. Pemotongan dilakukan pada bagian yang sehat jauh dari batas
bagian yang sakit. Bagian yang dipotong kemudian diolesi dengan fungisida dan
dibakar.
b. Jamur jelaga
Penyebab: jamur
Capnodium sp. Gejala: serangan jamur ini berupa warna hitam seperti beludru
yang menutupi permukaan daun sawo. Serangan lebih lanjut dapat menutupi seluruh
daun dan ranting tanaman sawo.Jika serangan jamur ini berjumlah banyak, proses
fotosintesa tanaman sawo akan terganggu sehingga pertumbuhan terhambat.
Serangan yang terjadi pada saat tanaman berbunga dapat mengakibatkan buah yang
terbentuk hanya sedikit. Jika yang terserang adalah buah, dapat menyebabkan
kerontokan atau berkurangnya kualitas buah. Pengendalian: (1) melenyapkan serangga
yang menghasilkan embun madu terlebih dahulu dengan insektisida; (2) dilakukan
penyemprotan dengan fungisida seperti Antracol 70 WP dengan dosis 2 gram/liter
air atau Dithane M-45 80 WP dengan dosis 1,8-2,4 gram/liter air.
c. Busuk buah
Penyebab: jamur
Phytopthora palmivora Butl. Gejala: mula-mula kulit buah berbercak-bercak kecil
berwarna hitam atau cokelat, kemudian melebar dan menyatu secara tidak
beraturan, daging buah membusuk dan berair, serta kadang-kadang buah berjatuhan
(gugur). Pengendalian: (1) dengan cara pemotongan buah yang sakit berat,
pengumpulan dan pemusnahan buah yang terserang; (2) penyemprotan fungisida,
seperti Dithane M-45 80 WP dengan dosis 1,8 gr - 2,4 gram/liter air.
d. Hawar benang putih
Penyebab: jamur
(cendawan) Marasmius scandens Mass, yang tumbuh pada permukaan batang dan
cabang tanaman sawo. Gejala: daun-daun mengering dan berguguran. Pada ranting
yang mengering terdapat benang-benang jamur berwarna putih. Pengendalian: (1)
dengan cara mengurangi kelembaban kebun, memotong bagian tanaman yang sakit
berat; (2) mengoleskan atau menyemprotkan fungisida, seperti Benlate dengan
dosis 2 gr/1 air.
3.6. Panen
3.6.1. Ciri dan Umur
Panen
Tanaman sawo yang
dikembangbiakkan dengan pencangkokan dapat menghasilakan buah hanya sampai 3-5
tahun, sedangkan yang melalui penyambungan antara 5-6 tahun.
Buah sawo kadang-kadang
matang tidak serempak sehingga pemanenan dilakukan dengan bertahap dengan cara
memilih buah yang sudah menunjukkan ciri fisiologis untuk dipanen (tua).
Ciri-ciri buah sawo yang sudah tua adalah ukuran buah maksimal, kulit berwarna
cokelat muda, daging buah agak lembek, bila dipetik mudah terlepas dari
tangkainya, serta bergetah relatif sedikit. Pemetikan buah yang masih muda
sebaiknya dihindari karena memerlukan waktu yang lama untuk pemeramannya dan
rasa buah tidak manis (sepat).
3.6.2. Cara Panen
Umumnya pohon sawo
cukup tinggi, buahnya terdapat di ujung batang muda yang jumlahnya hanya
sedikit, sehingga untuk mengetahui buah yang cukup tua sangat sulit. Oleh
karena itu, pemanenan dilakukan dengan cara memanjat pohon. Apabila belum
mencapai buahnya, dapat disambung dengan galah. Namun penggunaan galah ini
sering menyebabkan buah jatuh dan pecah.
Pada buah yang jatuh
tetapi tidak pecah, akan terjadi penggumpalan getah di sekitar bijinya. Ada
anggapan bahwa penggumpalan getah ini disebabkan karena buah terserang
penyakit. Walapun terdapat gumpalan getah di sekitar biji, tetapi tidak
mengurangi rasa manis buah sawo tersebut.
Untuk menjaga agar buah
tidak pecah sewaktu dipetik, sebaiknya sebelum pemetikan, pada bagian bawah
pohon diberi jaring agar buah tidak langsung jatuh ke tanah dan sebaiknya
pemetikan dilakukan sebelum buah terlalu tua.
3.7. Pascapanen
3.7.1. Pengumpulan
Setelah semua buah yang
sudah tua dipanen, kemudian dilakukan pengumpulan buah-buah tersebut. Kumpulkan
buah-buah tersebut dalam suatu wadah atau tempat, setelah semua terkumpul,
kemudian dilakukan pencucian untuk menghilangkan kulit yang kasar atau kulit
gabusnya.
3.7.2. Penyortiran dan
Penggolongan
Penyortiran dan
penggolongan buah sawo hasil panen dilakukan untuk memisahkan buah yang baik
dari yang jelek dan memisahkan buah yang berukuran sama. Untuk buah yang sudah
sangat rusak, sebaiknya dibuang, tetapi buah yang rusak sedikit dapat
dipisahkan untuk dijual ketempat yang dekat dengan harga murah.
3.7.3. Penyimpanan
Buah sawo yang sudah
diberi perlakuan (pencucian dan pengasapan) mempunyai kulit yang sangat tipis
sehingga mudah rusak dan tidak tahan lama dalam penyimpanannya. Ada beberapa
cara penyimpanan agar buah lebih tahan lama, salah satunya dengan mengatur
temperatur ruang penyimpanan.
Buah sawo yang masak
bila disimpan dalam temperatur ruang hanya tahan 2 hari sampai 3 hari, tetapi
bila dalam ruangan yang mempunyai temperatur 0 derajat C, buah sawo tetap dalam
keadaan baik selama 12 hari sampai 14 hari. Kelembaban (nisbi) yang dibutuhkan
dalam ruang penyimpanan adalah 85-90%. Buah sawo yang yang belum masak akan
tahan disimpan selama 17 hari dalam ruangan yang bertemperatur 15 derajat C.
3.7.4. Pengemasan dan
Pengangkutan
a. Pengemasan
Pengemasan buah-buahan
di Indonesia, masih menggunakan keranjang bambu. Bentuk dan kapasitasnya
bervariasi, biasanya kapasitas kemasan antara 40 kg sampai 100 kg. Dalam
pengemasan buah digunakan bahan-bahan pembantu, misalnya daun kering, daun
pisang, merang, dan kertas koran.
b. Pengangkutan
Umumnya, petani
penghasil buah di Indonesia mengangkut hasil panennya dengan kreativitas
sendiri. Pengangkutan hasil ini dalam volume kecil, yaitu dari ladang ke tempat
penampungan, pembeli, atau ke pusat-pusat pengumpul sehingga pemasaran tahap
pertama dapat berlangsung.
3.7.5. Pengasapan dan
Pemeraman
Pengasapan dan
pemeraman dilakukan agar buah cepat masak dan empuk. Tata laksana pengasapan
dan pemeraman adalah sebagai berikut:
a) Buat lubang pada
tanah berbentuk segi empat. Ukuran lubang disesuaikan dengan jumlah buah sawo.
b) Hamparkan dan gamal
(Glyricidae) atau daun pisang di bagian dasar dan semua sisi lubang.
c) Masukkan buah sawo
secara teratur ke dalam lubang, kemudian tutup dengan daun gamal atau daun
pisang.
d) Masukkan potongan
bambu gelondongan untuk menghembuskan asap ke dalam lubang.
e) Timbun lubang tanah
hingga cukup tebal.
f) Bakar dedaunan
kering, lalu asapnya diarahkan ke dalam lubang melalui potongan bambu.
g) Tutup atau ambil
gelondongan bambu.
h) Biarkan buah sawo
diperam selama sehari semalam.
3.7.6. Penanganan Lain
Buah sawo dapat
diawetkan dalam air gula atau dibuat selai untuk pengoles roti, dan dapat juga
dibuat serbat atau dicampur ke dalam es krim. Sari buah sawo dapat digodok
menjadi sirup dan difermentasikan menjadi anggur dan cuka.
0 komentar: